Pandemi covid-19 menimbulkan tantangan teknologi tersendiri bagi dunia IT. Kepanikan yang disebabkan oleh coronavirus, masih terus menimbulkan gangguan atau disrupsi yang jarang terjadi selama sejarah manusia. Tantangan utama yang ditimbulkan virus tersebut seringkali berkaitan dengan ekonomi dan kesehatan. Namun, jutaan orang yang berpotensi kehilangan pekerjaan serta ribuan orang yang sudah tewas terjangkit virus, hanyalah sebagian dari masalah yang disebabkan oleh wabah ini. Dengan cepatnya persebaran COVID-19 ke seluruh penjuru dunia, ratusan juta orang mulai melakukan telecommuting atau kerja jarak jauh, menyebabkan naiknya lalu lintas Internet. Kebutuhan bandwidth global merupakan ujian tersendiri untuk Internet, dan menjadi sumber masalah bagi perusahaan-perusahaan yang menawarkan layanan konferensi jarak jauh, penyedia layanan streaming video, gaming online, dll.
Zoom, sebuah aplikasi dengan layanan konferensi jarak jauh yang memadukan solusi-solusi konferensi video, telah menerima publisitas negatif karena masalah-masalah terkait privasi dan keamanan yang terkuak sejak seluruh dunia memasuki karantina. Bahkan, CEO Zoom pun mengakui secara publik bahwa masih ada hal-hal yang jauh dari sempurna. Selain itu, kebutuhan untuk platform streaming juga melonjak. YouTube misalnya, tidak punya pilihan lain selain menurunkan kualitas video ke standard definition (SD) karena lonjakan traffic yang disebabkan oleh ratusan juta orang, haus akan hiburan. Layanan gaming Microsoft, Xbox Live, juga mengalami gangguan, saat banyak orang mencari cara untuk “membunuh waktu” pada awal masa karantina. Dan juga, kenaikan lalu lintas media sosial berujung pada misinformasi yang menyebar bagai api—WhatsApp bahkan memilih untuk membatasi fitur forwarding pesan guna melawan misinformasi mengenai coronavirus.
Para hacker pun tak ketinggalan untuk memanfaatkan keadaan untuk menyerang—saat ini, jutaan pekerja jarak jauh berada diluar “zona nyaman” mereka, dan jauh dari tim IT support, yang biasanya mengawasi mereka saat bekerja di kantor. CEO Zoom mengakui kesalahan dalam keamanan dan privasi yang sudah terjadi, namun juga membela layanan konferensi video tersebut, dengan mengatakan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, popularitas Zoom telah menarik pengguna dengan latar belakang yang sama sekali berbeda dari basis pengguna mereka pada umumnya.
Sampai akhir Januari, pengguna Zoom yang paling aktif pada umumnya terdiri dari pelanggan enterprise, dengan tim IT yang berpengalaman. Sang CEO mengatakan bahwa pengguna baru Zoom “sangat berbeda”, yang dapat diartikan pengguna-pengguna tersebut adalah tipe orang yang tidak begitu “melek” teknologi, dan lebih beresiko terkena cyberattack. Akun Zoom berbayar dan terverifikasi muncul setiap saat di ranah dark web. Dalam beberapa kasus, para hacker bahkan tidak meminta bayaran. Mereka malah membuka informasi yang sudah dicuri (seperti alamat e-mail, password, ID untuk meeting, host key, dan nama), supaya siapapun dapat masuk dan mengganggu konferensi yang sedang berjalan
Jika anda bekerja dari rumah, pastikan agar perangkat anda telah terlindungi oleh software antivirus yang dapat diandalkan. Hal terakhir yang anda inginkan adalah menjadi resiko bagi privasi perusahaan, atau menjadi penyebab kebocoran data perusahaan. Seperti kata pepatah, lebih baik sedia payung sebelum hujan!